Selamat malam.
Maaf, malam ini aku meminjam bayangan dirimu untuk aku hadirkan ke dalam lamunanku. Harap maklum, aku sedang sendiri dan tidak ada kegiatan apa-apa. Kamu tenang saja, dalam lamunan yang nanti aku jabarkan kemudian, tidak akan ada unsur sara. Kalaupun nanti ditemukan sedikit yang menyerempet sara, aku pastikan itu adalah ketidaksengajaan. Ya, lagi-lagi harap maklum.
Selamat malam bidadariku malamku, bagaimana kabar khayangan kini? Apakah sejuta bunga dari sejuta jenis bunga yang memiliki keindahan rupa dan keharuman tiada tara itu masih terawat dengan baik?
Aku ingat saat pertama sampai terakhir berada disana, tidak ada yang berubah sama sekali. Mulai dari tata letak, jumlah, dan perkembangannya yang tidak pernah melahirkan tunas baru maupun mengering dan mati. "Bunga-bunga itu abadi", katamu sambil menggandeng tanganku dan menuntun langkahku menapaki jalan rerumputan yang sangat lembut agar aku tidak salah dalam melangkah, yang nantinya bisa menginjak bunga-bunga itu.
Di duniaku, tidak ada satupun bunga yang abadi. Edelwis, bunga pegunungan itu pun tidak abadi, walau memang bunga edelwis termasuk bunga yang tahan lama, tapi pada akhirnya akan mengering. Sedang di duniamu, khayangan maksudku, semua yang tidak mungkin di duniaku akan menjadi mungkin di duniamu. Kupu-kupu juga punya peranan yang sangat berarti dalam mempercantik taman khayangan. Kupu-kupu dengan perpaduan warna dan corak yang rapi teratur, sepuhan warnanya seakan memang tercipta berpasangan dengan warna-warni bunga-bunga yang ada di taman ini. Sungguh menakjubkan.
Kulihat kupu-kupu itu tidak pernah letih menari di udara, dengan lembut. Memang kupu-kupu itu sesekali hinggap di salah satu bunga untuk menghisap manis madu yang tersedia di setiap bunga-bunga, tetapi tidak pernah lama karena setelah itu mereka terbang kembali bersama pasangannya. Menari dan mungkin bernyanyi.
Bidadari malamku,
malam ini aku sangat merindukanmu, sudah puluhan purnama berlalu tanpa kamu ada di dekapku. Betapa malam ini terasa sangat asing aku lalui karena kerinduanku yang mendalam terhadapmu. Biasanya setiap malam menjelang pukul dua belas teng kamu selalu datang ke dalam kamarku melalui jendela. Kedatanganmu selalu di dahului dengan wewangian yang seketika menjadikan kamarku semerbak. Kamu masuk dan tersenyum sangat manis kepadaku, lalu membelai rambutku dan mengecup keningku. "Kamu sudah siap, Sayang", bisikmu halus ditelingaku dan aku pun mengangguk. Kamu pun tersenyum menatapku dan mendekapku sangat erat, aku terlelap. Saat aku membuka mata ini tiba-tiba saja aku sudah berada di dalam duniamu. Yang ternyata adalah khayangan.
Kamu mengajak aku mengelilingi khayangan yang di awal pikiranku seperti khayalan atau impian. Kamu menggandeng tanganku, membawaku ke taman bunga-bunga yang berjumlah sejuta dan aku langsung suka karena di taman itu aku merasakan satu kedamaian yang belum pernah aku dapatkan sebelumnya di duniaku. Maaf aku tidak dapat menggambarkan dan menjelaskannya dengan rinci, karena aku hanya bisa menikmatinya. Aku tidak memiliki kata-kata yang pantas untuk menuliskannya. Kedamaian itu tidak terlukiskan.
Walau setiap malam kamu mengajakku ke tempat yang sama. Tidak pernah terbesit rasa bosan olehku, termasuk saat berdua denganmu. Malahan sebaliknya, masa-masa saat bersamamu berdua di taman itu selalu saja aku nantikan disetiap waktunya. Bahkan sampai saat ini, detik ini. Pernah, aku merajuk agar aku di izinkan menetap untuk selamanya bersamamu di khayangan. Tetapi dengan penuh kesabaran dan kasih sayang kamu mengajak aku duduk di bawah pohon beringin tanganmu di lingkarkan ke lenganku dan kamu sandarkan kepalamu di bahuku.
Setelah itu kamu berkata dengan tenang, "Keinginan kita sama, aku juga sangat ingin kamu menetap disini bersamaku, agar dapat menikmati indahnya cinta kita di setiap detiknya".
Lalu kamu menggenggam tanganku, mengecupnya, mengelus pipiku dengan punggung tanganmu. Dan kamu melanjutkan, "hati ini sepenuhnya milikmu". Setelah itu kamu terdiam, lama. Kubalikkan tubuhku, menghadapimu, kupeluk tubuhmu, ku kecup keningmu.
"Lalu mengapa aku tidak boleh," bisikku terpotong olehmu yang langsung melepas pelukanku. Kamu tatap mataku dan kamu genggam kedua pipiku dengan telapak tanganmu, "Dunia kita berbeda, Sayangku, alam semesta tidak akan mengizinkan dua dunai menjadi satu karena akan merusak jalannya kehidupan. Akan ada kekacauan apabila kita hanya mengikuti kehendak kita", katamu menitikkan airmata dan terus melanjutkan omongan, "dengan kita yang sekarang seperti saati ini juga sebenarnya sudah melanggar hukum alam. Kita melangkahi kodrat. Tapi dewa-dewi disini memaklumiku, walau tetap dengan batasan-batasan yang telah aku sepakati".
"Perjanian apa?" Aku menyela.
"Maafkan aku, Sayang, aku juga telah berjanji untuk tidak memberitahukannya kepadamu, maafkan aku, Cinta".
Aku tidak dapat berkata apa-apa. Bibirku bergetar menahan kesedihan.
"Biarkan kita seperti yang sekarang ini, walau entah sampai kapan. Aku harap kamu bisa memakluminya". Setelahnya kamu memelukku dan menangis hingga kurasakan hangat airmatamu mengalir di pundakku.
Dengan tegar aku berbisik, "Ya, aku mengerti, ik houd van jou".
"Aku juga sangat mencintaimu".
Setelah kejadian itu kita tidak pernah membahasnya lagi. Kita semakin larut terhanyut dengan asmara kita yang membara. Hingga pada malam itu, malam pertama kalinya kamu tidak datang. Hingga malam-malam berikutnya. Hingga kini, malam ini. Entah karena apa. Sampai detik ini pun aku tidak tahu ada apa. Aku hanya sedikit menebak, mungkin inilah waktunya. Waktu yang telah ditetapkan. Batas akhir.
Dan aku relakan waktu mengalir tanpamu, menikmati malam dengan mimpi-mimpi kegelisahan. walau sebelum tidur aku selalu melirik jendela, berharap kamu datang.
bersambung... ;D