Sebegitu kuatnya kah ketulusan seorang wanita dalam mencintai seorang lelaki?
Seakan di setiap tetesan airmata yang menetes secara perlahan itu, menandakan kedalaman dan ketulusannya dalam berkasih sayang.
Sungguh luar biasa!
Adalah kebodohan lelaki, yang menganggap ketabahan seorang wanita menjalani kisah-kasih cintanya sebagai sesuatu yang tidak pantas untuk dicerna sebagai ketegaran. Karena cinta seorang wanita datang bukannya tanpa perencanaan dan menghilang tanpa kesadaran.
Datang dengan senyuman dan berkembang menjadi jalinan-jalinan asmara di dalam hatinya, lalu terekam untuk waktu yang sangat lama. Berkembang dengan semangat dan kepastian-kepastian yang nyata akan mendapatkan imbalan kebahagiaan.
Tapi apa yang kini lebih sering di hadiahkan oleh seorang lelaki kepada seorang wanita?
Mereka mengajarinya dengan airmata bukan dengan canda dan tawa.
Mereka menjaganya bukan dengan selimut kasih tetapi dengan belaian hitam akan dendam.
Sungguh tidak adil.
Layakkah cinta bersanding dengan kekejaman?
Pantaskah seorang lelaki menghunuskan pedang kebenciannya di hadapan wanita yang mencintainya --dengan tulus?
Bolehkah kelembutan di hadapi dengan kekerasan?
Kesucian yang membaur dengan pekatnya kekotoran hati, yang tidak akan pernah menjadi sempurna keberadaannya.
Suci adalah bersih sedangkan hati yang kotor adalah biadab.
Sampai kapanpun tidak akan pernah bisa!
Begitu congkaknya seorang lelaki hingga merasa dirinya perkasa dan dapat dengan leluasa menguasai diri seorang wanita. Sungguh tidak bernuraninya seorang lelaki yang menindas dan memperkosa hak-hak wanita pencinta.
Sampai kapan seorang lelaki bisa tersadarkan bahwa seorang wanita adalah suatu keindahan yang harus selalu dapat kita jaga dengan belaian kasih sayang agar keharmonisannya dapat bersatu dengan nafas kita dan kita hidup dalam kesinambungan yang tertatur.
Ataukah seorang lelaki memang di lahirkan ke dunia ini hanya untuk menjadi perusak dan pencoreng keindahan cinta?
Apakah aku seperti itu? Bisa tidak bisa juga iya! Karena aku manusia yang juga memiliki gejolak hati yang tidak stabil. Aku tidak bisa membenarkan kalau aku adalah kebenaran yang selalu saja menganggap cinta dan kasih sayang adalah sesuatu yang sangat aku junjung tinggi dan selalu aku realisasikan setiap saat ke dalam kehidupan ini, tapi setidak-tidaknya aku menganggapnya sebagai sesuatu yang sampai saat ini aku jadikan pembelajaran hidup dimana aku mengambil secuil daripadanya tentang bagaimana tidak bermaknanya hidup tanpanya. Tanpa cinta dan kasih sayang.
Tapi aku juga tidak bisa terus menerus mengelu-elukannya sebagai sesuatu yang “wah” dan membuat seolah-olah cinta dan kasih sayang adalah kelembutan yang tidak bisa melukai, karena aku pun pernah merasakan bagaimana rasanya ketika cinta itu berubah menjadi sesuatu yang lebih ganas dari lahar, yang terus membara di dalam dadaku untuk waktu yang cukup lama dan tidak bisa terpadamkan oleh apapun. Ternyata cinta tidak bisa mempertanggungjawabkan keberadaannya yang dapat membuat manusia yang hidup di dunia ini menjadi seperti orang yang tidak waras.
Bukankah selama masih ada cinta di dunia ini berarti masih akan terus ada para pesakitan yang akan membuat cinta menjadi lebih pedih daripada sayatan silet di nadi ini?
Tapi permasalahannya, apakah kita hidup harus selalu mempersiapkan tameng-tameng untuk menangkis semua penderitaan yang akan dilontarkan entah oleh siapa saat kita mengenal cinta? Apakah kita setiap saat harus membawa senjata pembunuh penderitaan agar sebelum penderitaan itu menghampiri kita, terlebih dahulu kita membunuhnya?
Apa tidak bisa kita hidup tanpa kekerasan?
Ada satu kejadian dimana aku dapat merasakan besarnya kekuatan cinta terpancar benderang dari hati seorang gadis pecinta, dengan tangisannya yang berderai di malam kelam dan di iringi oleh isak yang sedikit tertahan, yang langsung dapat terbaca olehku bahwa cintanya sangat besar untuk kekasihnya. Begitu besarnya kekuatan cinta yang keluar dari kedalamannya itu, hingga aku tidak bisa menolak pancarannya itu masuk ke dalam hatiku dan seolah-olah dapat merasakan apa yang dia alami. Aku yang bukan pelaku, dapat menjadi seperti pelaku pecinta. Apa lagi kekasihnya?
Bukankah suatu anugerah yang sangat tidak ternilai bila kita dapat di cintai dengan setulus hati dengan pasangan kita?
Bodoh. Bodoh. Berkali-kali aku mencaci maki dalam hatiku sendiri, bahwa lelaki itu sangatlah bodoh karena malah mencampakkan cinta yang seharusnya dia terima sebagai suatu keberuntungan yang untuk di kehidupan sekarang ini sangat sulit untuk di temukan ketulusannya. Berkali-kali pula aku menerawangkan diri ini, bagaimana sempurnanya hidup aku ini bila sudah mendapatkan cinta yang terindah seperti yang dimiliki wanita itu. Betapa tentramnya. Betapa bahagianya bila wanita itu dapat aku miliki.
He.. He..
Nb:
Ren, kamu wanita tegar yang pernah aku temui, dan aku, ahh.. :p
0 comments:
Post a Comment