malam ini kembali sadari ku sendiri
gelap ini kembali sadari kau t'lah pergi
gelap ini kembali sadari kau t'lah pergi
Langit disepuh kelabu hampir merata, gulungan ombak menampar batu-batu yang tersusun rapi memanjang ke arah lautan membuat aluanan nyanyian mendayu-dayu. Angin berhembus lembut membawa wangi asin, membelai pelepah kelapa dan membuatnya saling bergesek-gesekkan lalu membuat irama yang terdengar seperti mengiris dan meringis. Kapal-kapal berlayar entah kemana, sesekali terdengar entah dari mana suara peluit kapal yang terdengar seperti rintihan panjang dan tak berkesudahan. Senja, bersinar dengan lemah hanya sesaat lalu tertutup rapat oleh awan kelabu, langit perlahan demi perlahan meremang dan akhirnya menghitam.
Aku masih sama seperti satu jam yang lalu, duduk diatas tumpukan batu memandang lautan, memandang langit dan mencoba memandang masa depan dengan bayangan yang samar-samar.
Aku tepat berada disini, seperti tahun lalu pada kali kedua kita ketempat ini duduk berdua menikmati lautan sambil memakan nasi padang. Dan aku, kamu suapin dengan tanganmu. Bercerita ini dan itu sambil sesekali bercanda dan tertawa. Setelah itu kita bergegas mencari musholla untuk menunaikan sholat maghrib. Lalu perjalanan kita lanjutkan menuju tempat kesukaan kita; jembatan yang membawa kita seperti berada di tengah lautan. Jembatan cinta.
Suasana malam dipantai memang terasa sangat mendamaikan dan bersamamu sungguh menyenangkan.
Detik ini, ditempat ini aku sedang mengingati dirimu sambil terus tersenyum dan tiba-tiba menitikkan airmata setelah tersadar ternyata sekarang aku sendiri dan kamu telah pergi...
malam ini kata hati ingin terpenuhi
gelap ini kata hati ingin kau kembali
gelap ini kata hati ingin kau kembali
Angin malam semakin menggigilkan tubuhku, kupejamkan mata dan ku hirup angin sedalam-dalamnya lalu kutahan nafas ini setelah itu kubuang secara perlahan-lahan. Senja berlalu tanpa kata tanpa menyisakan rasa damai seperti dulu saat kamu masih ada disampingku dan kita sering melewatkanya bersama berdua.
Malam kelam tanpa bulan, sejauh mata memandang hanya hitam, hanya satu-dua bintang yang bersinar redup. Lampu-lampu disepanjang pantai menyala dengan cahaya yang meremang.
Aku berjalan menyisiri jalan yang pernah kita lalui. Didepanku sepasang pecinta berjalan sangat lambat. Tangannya saling bergenggaman erat seakan-akan takut dan tidak ingin saling terpisahkan. Aku melaluinya dengan senyuman pahit. Dulu, aku dan kamu juga seperti mereka, saling menghangatkan dikala kita merasa dingin. Tapi saat ini aku hanya bisa memasukkan telapak tanganku kedalam saku celana untuk mengusir dingin yang meraja.
Lagi-lagi airmata ini mengalir dengan sendirinya. Ternyata, aku masih sangat menyayangimu dan aku sangat membutuhkanmu. Hari-hari yang aku lalui sungguh sepi dan tidak berarti tanpamu. Aku merindukan genggaman tanganmu dan pelukan hangatmu saat tubuh ini menggigil.
Aku sangat ingin kamu kembali...
hembus dinginnya angin lautan
tak hilang ditelan bergelas-gelan arak yang kutengggakkan
tak hilang ditelan bergelas-gelan arak yang kutengggakkan
Walau aku sudah memakain sweater, tetap saja aku merasa kedinginan. Ternyata bukan hanya tubuh ini saja yang terasa dingin tetapi jiwa ini juga terasa sangat dingin bahkan seperti membeku. Dingin dan juga hampa. Tanpa adanya dirimu.
malam ini ku ucap berjuta kata maki
gelap ini ku bernyanyi lepas isi hati
gelap ini ku bernyanyi lepas isi hati
Aku masih melangkahi kaki ini dengan berat dan lambat, seakan-akan setiap langkahnya ingin aku nikmati dengan dalam. Nyanyian binatang dan serangga malam saling bersautan seperti orkestra membawakan lagu duka. Simfoni tentang luka. Miris.
Tiba-tiba bayangmu hadir dan menjadi sosok yang nyata berjalan disampingku. Dan kau pun menoleh ke arah ku sambil tersenyum sangat manis sekali tetapi pipimu basah oleh arimata yang terus mengalir. Setelah itu kamu menghilang sebelum sempat au membelai pipimu.
Airmata itu, aku yang membuat airmata itu mengalir di wajah indahmu. Aku yang merusak keindahan cinta kita berdua. Kemunafikan diri ini mengkhianati cinta kita.
Aaaaarrggggggggghhhhhh.........
Aku berteriak mencaci diriku sendiri dengan jutaan sumpah serapah tetapi aku masih belum merasa puas. Dosa ini terlalu besar kepadamu. Wanita dengan keindahan cinta yang tiada tara.
Bodoh, aku begitu bodoh hingga melukaimu. Dan kini aku sungguh menyesal...
malam ini bersama bulan aku menari
gelap ini di tepi pantai aku menangis
gelap ini di tepi pantai aku menangis
Sekarang aku sudah berada disini, di jembatan cinta ini. Biarlah aku menyebutnya begitu karena di jembatan ini banyak pasangan pecinta memadu kasih. Rembulan bersinar tetapi tersamar oleh awan tipis yang menutupi sebagian tubuhnya. Ombak masih bernyanyi bahkan kini dengan alunan yang sangat sedih aku lewati pasangan pecinta yang entah sedang memperdebatkan apa, dengan acuh. Kita juga pernah berdepat disini, banyak masalah yang kita uraikan ditempat ini, ada tawa dan ada juga airmata. Banyak kisah kau ceritakan kepadaku. Ada canda dan juga ada duka, banyak juga kita buat kisah disini.
Kulepaskan pandanganku ke hempasan laut yang luas dibatasi garis, langit seakan ingin bersatu dengan lautan. Seperti aku yang juga ingin bisa bersatu bersamamu kembali seperti dahulu. Hatiku terasa kosong. Kehidupanku juga terasa kosong. Setelah kamu pergi dari kehidupanku, banyak yang aku rasakan menghilang dari hari-hariku.
tanpa dirimu dekat disisiku
aku bagai ikan tanpa air
aku bagai ikan tanpa air
Banyak impian-impian kita yang pada akhirnya kini hanya menjadi khayalan. Terlalu banyak mulut ini mengeluarkan kata-kata manis tanpa ada pembuktian yang nyata. Penyesalan, sekarang hanya ada penyesalan. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah memaafkan diriku yang telah sedemikian rupa menghancurkan hatimu. Aku belum tahu bagaimana caranya menghilangkan rasa sakit di hatimu, akupun belum tahu dengan cara apa aku bisa merebut hatimu agar bisa aku miliki lagi seperti dulu...
tanpa dirimu ada dimataku
aku bagai hiu tanpa taring
aku bagai hiu tanpa taring
Malam dipantai. Hening. Aku meratapi kesendirian dengan mencoba untuk tenang. Nafasku terasa berat, sesak. Walau aku tahu ini kesalahanku, tetapi egoku ingin tetap menang. Aku ingin kamu tetap menjadi milikku dan aku tidak ingin kamu meninggalkanku, karena walau bagaimanapun kamu telah menjadi bagian dari hidupku dan aku masih sangat mencintaimu...
tanpa dirimu dekap dipelukku
aku bagai pantai tanpa lautan
aku bagai pantai tanpa lautan
Sungguh, seandainya waktu dapat diputar tidak akan aku memperlakukanmu semena-mena hingga kamu terluka dan menderita. Seharusnya juga aku bisa lebih bersabar menghadapimu dan tidak mencampakkanmu, aku juga harus bisa lebih menjaga hati ini agar tidak mudah tergoda dengan hati yang lain. Tetap fokus dan memelihara kasih sayang yang sudah lama kita bina.
Padahal sangat tidak mudah menaklukan hatimu, butuh waktu berbulan-bulan untukku dapat memilikimu dan memiliki utuh kasihmu. Tapi ternyata, hanya membutuhkan waktu yang sangat sebentar untuk menghancurkan kembali cintamu yang sudah kumiliki. Lebih berat menjaga daripada mendapatkan cinta dan kasih sayangmu.
Kini aku menyesal dan waktu tidak akan bisa diputar walau aku memohon-mohon bahkan menangis meraung-raung. Semua telah berlalu. Tetapi aku masih memiliki harapan yang besar kalau kita bisa bersatu lagi dan memulai semuanya dari nol lagi. Mari kita bina lagi kisah kasih ini agar kita bisa menikmati senja dipantai juga memandang bintang-bintang yang berkerlap-kerlip diatas jembatan cinta yang kini aku singgahi, sendiri.
Udara malam makin dingin, makin menggigilkan tubuh, disudut jembatan kulihat sepasang pecinta saling berpelukan erat dan dengan penuh kasih. Disudut jembatan yang lain kulihat pasangan cinta yang lain duduk berhadapan saling bercanda mengelitiki satu dengan yang lainnya, keduanya tertawa riang penuh cinta, setelah lelah kulihat si wanita membaringkan tubuhnya dan menyandarkan kepalanya di atas paha si lelaki, tangan si lelaki juga tidak ambil diam, dia membelai lembuh wajah dan kening si wanita, terasa penuh kasih. Aku tersenyum sambil menarik nafas, dalam. Kualihkan wajahku, menunduk. Samar-samar kulihat ikan yang saling berkejaran lalu menghilang ditelan gelap. Hhhh.. kutarik nafas panjang lagi, kutatap angkasa. Bulan telah menghilang dan bintang-bintangpun tidak ada yang bersinar.
Kesendirian ini begitu menyakitkan, terutama di malam ini.
Betapa aku membutuhkanmu.
Teramat sangat membutuhkanmu.
kembalilah kasih...
kembalilah kasih...
kembalilah kasih...
Dalam kenangan: Renjani
Pantai Ancol, Nov 2006
0 comments:
Post a Comment