Sungguh, Aku mengatakan ini kepadamu bukan karena Aku ingin memamerkan kekuatanku, walau kenyataannya ini bukan kekuatan tetapi lebih kepada kelemahan yang berlindung dibelakang pohon kesombongan. Aku hanya ingin kamu tahu, bahwa Aku juga punya pengorbanan yang ingin mendapat pengakuan dan penghargaan yang menjadi layak untuk dipertimbangkan.
Sejujurnya Aku sangat tidak ingin menjadi manusia yang dipandang lemah olehmu, tapi Aku menjadi begini karena Aku ingin kamu menjadi peka terhadapku, bahwa Aku ada dan keberadaan Aku bukan sebagai kenangan, tetapi lebih kepada menjadi keindahan yang selalu mengisi harimu.
Tujuh tahun bukan waktu yang sangat lama dan juga bukannya waktu yang tidak sebentar. Dengan kesabaran yang Aku miliki Aku meniti setiap langkahku dengan teliti. Menjalani dengan berbagai khayalan yang selalu Aku nantikan menjadi sebuah kenyataan. Karena Aku berkeyakinan bahwa tidak akan ada kenyataan yang indah sebelum ada khayalan tentang keindahan itu sendiri. Bukankah kehidupan kita berkembang karena khayalan kita yang selalu berlebihan? Aku percaya itu!
Tolong kamu jangan terburu-buru mengambil keputusan menilai Aku, tolong dengarkan terlebih dahulu penjelasanku mengapa Aku berlaku seperti ini kepadamu. Berikan Aku sedikit waktu agar semuanya menjadi lebih bermakna untukku, bila ini akan menjadi kebahagiaan, Aku akan bersyukur. Tapi bila ini akan menjadi akhir dari cerita, biarkanlah semua ini menjadi akhir yang menyejukkan untukku.
Selama tujuh tahun Aku menyayangimu dengan caraku sendiri. Entah kamu menyadarinya atau kamu memang tidak tahu sama sekali. Aku tidak bisa menebak-nebak hatimu, Aku tidak ingin terlalu cepat berbaik sangka kepadamu. Hampir setiap waktu kita lalui dengan bersama, sampai Aku merasa sudah tidak ada jarak lagi di antara kita. Menjalani hari bersama, bergandengan tangan dengan senyuman, atau berangkulan dengan kesedihan. Itu selalu Aku artikan sebagai keindahan tersendiri.
Kamu ingat, saat kita menikmati kesejukkan air terjun cibodas, tujuh bulan setelah perkenalan kita. Ada tindakan yang seharusnya kamu dapat pahami dari diriku. Aku mencium keningmu dan membisikkan kata sayang kepadamu. Itu Aku utarakan bukan sekedar kata sayang yang biasa, yang kamu anggap sebagai kasih sayang antara sahabat. Tidak, sama sekali tidak seperti itu yang Aku rasakan saat Aku mengucapkannya, karena sayangku kepadamu adalah kasih sayang yang sangat mendalam dan kasih sayang untuk dapat memilikimu.
Tapi memang, adalah kebodohanku yang tidak berani berterus terang kepadamu. Aku memang tidak berani dikarenakan Aku belum siap dengan segala sesuatu yang terjadi setelah Aku mengutarakan semuanya. Aku tidak mau merusak kebahagiaan kita dengan keinginanku yang terburu-buru. Aku biarkan perasaan ini berkembang dan terus berkembang. Sampai saat ini.
Selama kita kenal, dan seminggu yang lalu kita bertemu, Aku tidak merasakan adanya sinyal-sinyal yang menandakan kamu memiliki perasaan yang sama denganku. Aku tahu dari berbagai ceritamu kepadaku. Saat kamu bercerita kamu suka dengan teman sekelasmu, kamu berpacaran dengan tetanggamu, dan berkali-kali kamu mengadu kepadaku bawa kamu disukai oleh setiap lelaki yang tiba-tiba saja menjadi akrab dengan kamu. Aku merasa kamu benar-benar hanya menjadikan Aku sebagai lawan cerita yang selalu siap sebagai tempat pengaduan. Aku tidak menyalahkan kamu karena tidak begitu peka terhadap sinyal-sinyal yang Aku berikan kepadamu. Mungkin hanya dengan cara inilah Aku dapat membahagiakanmu, setidak-tidaknya Aku masih tetap bisa dekat dengan kamu.
setiap ada pertemuan, selalu saja ada perasaan ini untuk mengutarakan setiap keinginan ini, tapi selalu terhalang oleh candamu yang memang selalu dapat membuat Aku lupa akan segalanya yang Aku rasakan. Dan Aku pun tidak ingin merubah suasana yang sangat menyenangkan saat kita bercanda menjadi keseriusan yang nantinya akan membuat suasana santai kita menjadi ricuh. Selalu saja Aku pertahankan perasaan yang sebenarnya sungguh menggebu ini.
Tapi maaf, sekarang tidak. Sekarang kamu harus mengetahui segalanya tentang perasaanku. Tentang kegalauanku selama ini. Tentang keinginan kepadamu. Tentang rasa sayangku kepadamu. Aku sudah cukup bersabar menahan semua ini dan Aku sudah bersahabat dengan ketidaktergesa-gesaan. Jadi biarkan. Sudah saatnya Aku menuai hasil dari bibit yang Aku tanam. Aku sudah siap dengan segala konsekuwensinya.
Dengan kesadaran penuh, Aku sudah mempertimbangkan dan memperhitungkan segala yang akan terjadi nantinya diantara kita. Biar semuanya menjadi jelas dan Aku menjadi lega dengan penantian ini. Maaf. Aku mencintaimu dengan segenap hatiku. Aku menyayangimu dengan segala ketulusan perasaan ini.
Maukah kamu menjadi kekasih abadiku?
Oktober 2005
0 comments:
Post a Comment