Hujan Kenangan

0

Siang ini hujan. Deras. Dingin tidak dapat aku elakkan. Masuk ke dalam pori kulitku. Membuat aku mengigil..

Para pejalan kaki dan pengendara sepeda motor banyak yang menepi, mencari tempat berteduh. Disalah satu minimarket yang berkanopi cukup luas, di toko-toko dan ruko-ruko yang berkanopi seadanya. Asalkan tidak terguyur derasnya hujan. Walaupun tetap saja kencangnya angin membuat tubuh dan wajah mereka terkena tamparan-tamparan halus air.

Ada beberapa dari mereka memilih melanjutkan perjalanan karena sudah terlanjur basah kuyup atau mungkin karena tergesa-gesa oleh sebuah janji atau karena memang ingin menikmati dingin air hujan atau juga karena memang ingin melanjutkan perjalanan tanpa alasan apa-apa karena hidup adalah suatu perjalanan tanpa henti yang harus tetap di tapaki walaupun aral banyak mengusik merintangi gerak laju langkah kita.

Hujan disiang ini menerawangkan ingatanku pada satu tangisan yang sangat lirih. Menyesakkan. Tangisan seorang wanita di suatu malam. Malam dengan luka. Malam yang tidak seperti biasanya. Wanita yang kucintai menangis karena aku menghujamkan luka di hatinya.

Luka karena pengkhianatan hatiku. Tangisan itu sungguh memilukan dan terasa begitu menyayat. Mengiris. Bagaimana bisa seorang pecinta menjadi seperti seorang pembunuh. Pembunuh jiwa.

Siang ini kurasakan perasaan seperti dimalam itu. Tangisanmu terasa nyata. Kepedihan itu sungguh dapat aku rasakan kembali. Kenangan itu kembali dan mengcuat menjadi nyata. Hhh…

Kusumpahi dan kucaci maki diriku. Kubenturkan kepalaku ke tembok basah hujan. Berkali-kali. Tapi tak terpuaskan. Dosa ini tak terampuni!
Satu kesempatan emas telah terlewatkan begitu saja dengan menyisakan penyesalan yang berkepanjangan, sampai kini. Hujan kenangan menenggelamkan tubuh nistaku kedalam kubangan sesal. Masih pantaskah aku meminta sedikit keadilan untuk sebuah pengampunan?

Jutaan kalimat telah tercipta dengan sendirinya, mengalir seperti anak sungai. Semua ucapan penyesalan telah tertulis tanpa tertinggal satupun dengan satu harapan: maaf! Maafkan aku.. maafkan aku..
Hujan siang ini sungguh seperti malam itu. Terkutuk diriku.


Dalam kenangan: Renjani.
Somewhere Place, awal Desember 2006

0 comments: